JAKARTA – Seberapa muda seseorang mesti mulai memahami seluk beluk mengelola keuangan, termasuk produk keuangan? Sejauh ini, setidaknya, menurut para komisioner Otoritas Jasa Keuangan, semuda usia murid sekolah menengah pertama. Para murid sekolah tidak cukup hanya sekadar melek huruf, tetapi juga perlu melek finansial.
Untuk itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad pun datang ke SMP Labschool, Jakarta Selatan, Senin (23/2), untuk meluncurkan buku Mengenal Otoritas Jasa Keuangan dan Industri Jasa Keuangan Tingkat SMP. Sebelumnya, pada 14 Juli 2014, buku literasi keuangan yang merupakan pengayaan mata pelajaran Ekonomi kelas X diujicobakan ke 1.270 SMA di Indonesia.
Buku setebal 51 halaman itu berisi materi OJK yang mencakup perbankan, asuransi, pembiayaan, pasar modal, dana pensiun, dan pegadaian. Setiap bab diawali contoh kasus dengan pemeran utama ”Pak Ulet”. Selain penyebaran buku, 39 guru Ilmu Pengetahuan Sosial dari 33 provinsi dilatih oleh praktisi keuangan.
Upaya pengenalan finansial itu didukung hasil survei yang diadakan OJK pada 2013. Dari survei itu diketahui tingkat literasi keuangan atau pemahaman cara mengelola keuangan masyarakat, termasuk murid sekolah hanya 21,8 persen, rendah.
”Sekarang, murid seharusnya tidak hanya melek huruf, tetapi melek finansial (keuangan),” kata Muliaman. Itu penting karena salah satu cara meningkatkan pertumbuhan kesejahteraan masyarakat ialah peningkatan literasi keuangan masyarakat, termasuk kaum muda.
Jika murid memahami pengelolaan keuangan sejak dini, mereka dapat menilai manfaat dan risiko produk dan jasa keuangan, mulai dari menabung, berasuransi, hingga kelak tidak terjebak dalam penipuan berkedok investasi. ”Pengetahuan itu penting, agar murid dapat mengambil keputusan tepat untuk masa depannya” katanya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan yang hadir dalam peluncuran buku itu berpandangan serupa. Menurut Anies, meski aktivitas keuangan lebih banyak di kota, literasi keuangan juga harus menjangkau murid di daerah.
Lantas apa komentar murid di SMP Labschool? ”Enggak tahu apa itu OJK. Kayaknya penting, mungkin bisa menabung,” kata Faishal, murid kelas VIII SMP LabSchool, yang tak memiliki rekening tabungan.
From : kompas.com
JAKARTA – Seberapa muda seseorang mesti mulai memahami seluk beluk mengelola keuangan, termasuk produk keuangan? Sejauh ini, setidaknya, menurut para komisioner Otoritas Jasa Keuangan, semuda usia murid sekolah menengah pertama. Para murid sekolah tidak cukup hanya sekadar melek huruf, tetapi juga perlu melek finansial.
Untuk itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad pun datang ke SMP Labschool, Jakarta Selatan, Senin (23/2), untuk meluncurkan buku Mengenal Otoritas Jasa Keuangan dan Industri Jasa Keuangan Tingkat SMP. Sebelumnya, pada 14 Juli 2014, buku literasi keuangan yang merupakan pengayaan mata pelajaran Ekonomi kelas X diujicobakan ke 1.270 SMA di Indonesia.
Buku setebal 51 halaman itu berisi materi OJK yang mencakup perbankan, asuransi, pembiayaan, pasar modal, dana pensiun, dan pegadaian. Setiap bab diawali contoh kasus dengan pemeran utama ”Pak Ulet”. Selain penyebaran buku, 39 guru Ilmu Pengetahuan Sosial dari 33 provinsi dilatih oleh praktisi keuangan.
Upaya pengenalan finansial itu didukung hasil survei yang diadakan OJK pada 2013. Dari survei itu diketahui tingkat literasi keuangan atau pemahaman cara mengelola keuangan masyarakat, termasuk murid sekolah hanya 21,8 persen, rendah.
”Sekarang, murid seharusnya tidak hanya melek huruf, tetapi melek finansial (keuangan),” kata Muliaman. Itu penting karena salah satu cara meningkatkan pertumbuhan kesejahteraan masyarakat ialah peningkatan literasi keuangan masyarakat, termasuk kaum muda.
Jika murid memahami pengelolaan keuangan sejak dini, mereka dapat menilai manfaat dan risiko produk dan jasa keuangan, mulai dari menabung, berasuransi, hingga kelak tidak terjebak dalam penipuan berkedok investasi. ”Pengetahuan itu penting, agar murid dapat mengambil keputusan tepat untuk masa depannya” katanya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan yang hadir dalam peluncuran buku itu berpandangan serupa. Menurut Anies, meski aktivitas keuangan lebih banyak di kota, literasi keuangan juga harus menjangkau murid di daerah.
Lantas apa komentar murid di SMP Labschool? ”Enggak tahu apa itu OJK. Kayaknya penting, mungkin bisa menabung,” kata Faishal, murid kelas VIII SMP LabSchool, yang tak memiliki rekening tabungan.
From : kompas.com
0 komentar:
Post a Comment